Guru itu Di Gugu dan di Tiru


Oleh:

Dr. Samson Fajar, M.Sos.I

PPA Imadul Bilad, Dosen Universitas Muhammadiyah Metro


Ada sebuah akronim menarik dalam realitas dunia pendidikan. Akroni Guru, yang sering di beri kepanjangan dengan di Gugu dan di Tiru.

Akronim ini hakikatnya sangat dalam dan sarat makna. Karena memiliki filosofis yang sangat luar biasa. Guru memiliki dua unsur sifat,  yaitu di Gugu dan di Tiru. 


Yang pertama, Guru adalah sang Di Gugu

Seorang guru adalah orang yang di Gugu. Artinya  orang yang penuh hikmah, kata-kata mereka adalah sabda pandita ratu, yang harus didengar oleh yang mendengarnya.  Oleh sebab itu seorang guru harus membangun karakter di Gugu ini, konsistensi dan kedalaman makna dalam berbicara. Sehingga mereka akan selalu menyampaikan dan mengajar kebenaran kepada peserta didik.


Inilah yang disebut dalam Al Qur'an Sebagai qaulan tsaqilan (perkataan berbobot). Kata-kata mereka adalah lahir dari kekuatan spiritual yang menjadi habbit mereka, yaitu membaca Al Qur'an dan tahajud. Sehingga mereka adalah manusia yang sangat takut kepada Tuhannya, tidak akan mengajarkan keburukan kepada peserta didiknya. 


Guru yang tidak mampu di Gugu, disebabkan ketidak sesuaian antara retorika dan spiritual mereka, sehingga yang keluar dari lisan mereka hanyalah lontaran kata dan pengetahuan yang tidak merasuk dalam jiwa, sehingga tidak menjadi jalan hidayah dan kebenaran. 


Mereka melahirkan orang-orang pintar tapi jauh dari hidayah kebenaran, karena mereka mengajar tanpa ketulusan, mereka mengajar hanya karena kepentingan duniawi saja, sehingga ruh pengajaran tidak hadir dalam diri peserta didik. 


Yang kedua, Guru adalah sang Di tiru

Guru adalah orang yang menjadi teladan, ini adalah kata kunci dari di tiru. Karena mereka adalah orang yang sesuai antara kata dan perbuatan, sehingga menjadi teladan dalam kehidupan. 


Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi mengajarkan hidup melalui contoh keteladan mereka. Keteladanan inilah saat ini yang sangat kurang dalam dunia pendidikan, karena semakin kerasnya desakan konsep pendidikan materialis, sehingga sekulerisme akhlak dan pengetahuan. Seakan pengetahuan tidak harus sesuai dengan akhlak, sehingga saat ini banyak penduduk tidak harus berakhlak dan beradab, cukup profesional saja. 


Guru adalah mampu menyatukan Antara pengetahuan dan akhlak serta amal, sehingga mereka adalah idola dalam hidup peserta didiknya. Mereka adalah pewaris nabi dalam profesi mereka, dalam mengajarkan ilmu, mengajarkan amal dan mengajar akhlak, untuk menjadi teladan bagi semua manusia. 


Dua unsur karakter inilah yang akan membentuk dunia pendidikan semakin bersinar, tetapi kehilangan kedua unsur ini, dunia pendidikan akan hancur dan dihancurkan oleh guru itu sendiri. Karena mereka seakan menyapu lantai dengan sapu kotor. Sehingga Lantai semakin kotor. 


Dengan dua unsur inilah seorang guru tidak pernah berharap terima kasih, balasan ataupun apa, kecuali pahala ridho Allah SWT. 


Ada pribahasa, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka adalah orang yang tidak pernah meminta lebih, mereka disebut pahlawan karena orang yang hanya berburu pahala, bukan materi. 


Pahlawan adalah pahala dan wan, yang bermakna pemburu pahala, hanya Allah sebagai orientasi hidup mereka. Oleh sebab itu inilah niat yang harus dijaga oleh semua guru, bahwa profesi mereka adalah profesi mulia yang tidak terukur oleh materi, apa yang anda dapatkan dari dunia berupa honor dan lainya, hanya sedikit dari Allah, tapi balasan Allah yang lebih besar. 


Kekuatan niat inilah yang akan menguatkan semua guru di negeri ini, dan membawa pendidikan lebih baik dan penuh ketulusan. 


Di hari Guru ini saya menyampaikan selamat hari guru, dan tetap menguatkan makna guru dengan sebenarnya. 


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.