SUDAH LUPA, LALU MENJADI JUMAWA
Hasbullah
Dosen
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Founder
Tadarus Kehidupan
Dunia, yang hari ini menjadi tempat kehidupan manusia merupakan
tempat yang sudah dilayak untuk hidup. Baik hidup dalam keadaan lapang maupun
sempit, kaya ataupun miskin, berkuasa atau menjadi rakyat jelata sebab di
dalamnya mengandung ujian hidup dan akan diminta bertanggung jawaban dai
hadapan Tuhan. Sehingga kehidupan ini sebenarnya memiliki wilayah-wilayah yang
bisa kita atur dalam menjalaninya dan ada wilayah yang kita tinggal
menjalankannya saja.
Dalam wilayah itulah kadang manusia di dunia bertinggah polah dengan
berorientasikan kehidupan dunia saja, tapi di sisi lain juga ada yang
berorientasi kehidupan setelah dunia. Dua orientasi ini yang menjadi kan
manusia lupa akan segalanya. Lupa akan sejarah dirinya dari mana adan mau
kemana, lupa dengan sejarah lingkungan yang telah berperan penting dan
menetukan keadaan hari ini, dan juga lupa dengan sejarah besar dan mencoba
untuk merubah sejarah itu. Manusia seperti ini adalah mereka yang takut akan
kehilangan kemasyuran kemanusiaan dan kuasa yang sedang dijalaninya.
Sudah lupa, lalu menjadi jumawa. Ini yang sedang ditampilkan oleh
para penguasan dan Ini menjadi pemandangan jelas yang di perlihatkan oleh para
pemimpin negeri ini. Lupa bahwa jabatan hanya berkedudukan sementara, berganti
menjadikan satu kepastian. Maka di sinilah pentingnya kesadaran akan hidup itu
terbatas dan akan melepas semuanya, bahwa hidup ini akan menemui
batasan-batasan yang tidak mungkin kita melewati batas itu. Bahwa hidup ini akan
menemui ketiadaan dan meninggalkan dunia, amal dan keshalehan sosial yang akan
menjadi modal utama dalam penempatan pada tempat yang mulia.
Panggung Negeri
Namun, panggung kehidupan negeri ini dihadirkan pertunjukan-pertunjukan yang kurang
beradab bahkan mendekat pada perpecahan. Klaim kebenaran, mudah menyalahkan dan
memandang kecil yang lain sering diperlihatkan dan didengarkan yang ini
semua disampaikan oleh para negerawan pemimpin
bangsa ini. Hal ini sudah dipastikan akan menyulut api permusuhan dan kekerasan,
baik itu verbal maupun non verbal.
Hati yang suci rusak dengan akal yang sudah terbius dengan
kepentingan diri dan kelompoknya saja. Lupa bahwa setiap manusia itu diperintahkan
untuk senantiasa menjalin persaudaran dan kebaikan dengan sesama. Memelihara
hak, kewajiban dan kehormatan baik antara sesama manusia ataupun terhadap
lingkungan yang ada.
Miris dan sedih, ketika melihat hal itu terjadi. Begitu banyak
prilaku para pemimpin negeri ini yang tidak beradab dan lupa dengan keunggulan
dan kearifan negeri sendiri. Saling mengecam, menunduh, mencaci dan
merendahkan. Lebih suka melihat orang lian susah, dan susah jika melihat orang
laian senang. Begitulah prilaku yang menyebutkan dirinya anak bangsa yang
berkontribusi terhadap bangsa, padahal sedah mempertontonkan perilaku yang
merusak nilai-nilai kehidupan yang ada dalam UUD 1945 dan Pancasila. Seolah
mereka sendang memperagakan kehidupan alam rimba dalam kekuasaan.
Parahnya lagi dan ini juga terlihat dengan jelas adalah usaha untuk
memutar balikan sejarah. Praktik-praktik ini seolah menjadi kebenaran dan masuk
dalam kurikulum pendidikan formal dan keluar dari nalar kebiakan dalam dunia
pendidikan dan dunia kehidupan nyata. Argumentasi dan narasi akan terus diikuti
dengan kekuasaan, sehingga ada proses intimidasi serta pemaksaan atas semua
kebijakan.
Generasi yang mencoaba untuk menjadi actor intelektual dalam usaha
melakukan perbaikanpun diintimidasi bukan saja dengan ucapan namun sudah masuk
pada ranah fisik. Apakah ia kita akan bersatu setelah bangsa ini
porak-porandakan oleh kepetingan sekolompok orang, atau kita akan membiarkan
bangsa ini tercecer seperti samapah yang terbuang diselokan membusuk dan
menjadi bau yang menyengat hidung.
Jalan Kesadaran
Sudah semestinya kita semua sebagai warga dunia, warga negara dan
warga masyarakat baik yang tidak memiliki kedudukan terlebih yang memiliki
kedudukan dalam kekuasaan. Harus menujukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan
atas prinsip memuliakan nilai kehormatan manusia. Selain itu juga diksi dalam
setia narasi yang sampaikan juga harus diperhatikan agar melahirkan kegembiraan
dan kebahagiaan.
Diksi itu memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan,
menguatkan kerjasama antara umat manusia untuk kesejahteraan dan keadilan,
menyuburkan sikap toleransi, menghormati pilihan dan kemerdekaan orang lain,
menampilkan budi pekerti yang baik, menempati janji, menebar kasih sayang dan
menjegah kemungkaran. Semua dilakukan dan diikhtiarkan agar manusia ada dalam
wilayah kebaikan dan keutamaan kehidupan.
Oleh karenanya, kerendahan hati atas yang dimiliki hari ini menjadi
sangat penting agar melahirkan keberanian dalam memperjuangakan kebeneran dan
kebaikan. Yang hari ini harus kita akui, bahwa keberaniaan, kecerdasan,
ketanggungan logika dan hati hancur lebur dengan jabatan dan dijaminnya keadaan
dunia. Maka seolah kecerdasan menjadikan dirinya pada posisi bodoh yang hakiki,
kekayaan menjadikan dirinya tak mampu menikmati karena miskinnya kesucian hati
dan lurusnya akal, jabatan yang ada tergadaikan oleh ketakutan akan hilangnya
jabatan. Marilah kita menunjukkan keteladan yang baik (uswah hasanah) pada
orang lain dan utamanya keteladanan untuk diri sendiri. Keteladanan itu ada
dalam hati (niat) dan ditunjukkan dalam ucapan serta perbuatan.
Tidak ada komentar: